Skip to main content

Permasalahan "Apa Sih Salaf(y)?"

Hari ini salah seorang teman mengirimi saya email. Katanya "Aku lagi buka2 file milis. Oleh nggak aku publish tulisanmu iki nang blogku. Apik tenan. Terutama dari sub judul "permasalahan apa itu salaf(y)". Saya memberi dia izin untuk mempublish di blognya, dan ketika saya baca lagi satu persatu tulisan yang sudah saya posting di sebuah milis tersebut, saya merasa ada baiknya saya post juga di Notes Facebook saya. Maka berikut saya copaskan seluruh isinya...

Salatiga yang dingin, 11 Februari 2011

------------------
<p> </p><p>From: Abu Thalib al Atsary <andy_abu_thalib@****.com></p><p>To:salafyitb@itb.ac.id</p><p>Sent: Tue, May 6, 2008 8:26:53 AM</p><p>Subject: Re: [Salafy-ITB] Salafy, Salafiyyun, Salafiyyah ???</p>
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Afwan jadi kepingin ikut-ikut nulis, jadi minta izin untuk sedikit aja berkaitan dgn tulisan ustadz Abul Jauza dan judul di atas. Setelah baca uraian panjang lebar ustadz Abul Jauza yang "membara-bara", ada beberapa poin yang saya kira bisa saya ambil dari uraian itu.
(1) Ada sebagian kaum muslimin yang (minjem istilahnya) OMDO dan menisbatkan diri ke Salafy dan ini yang menjadi target utama fatwa-fatwa para ulama yang berkaitan dengan istilah salafy yang berbentuk melarang. Demikian juga golongan yang berjidal namun "dilihat mereka tidak berada di atas manhaj Salaf". Mereka ini juga target dari fatwa-fatwa tersebut, demikian yang diuraikan oleh ustadz Abul Jauza.
(2)Adanya "imej" yang didugakan "beda" dengan imej yang hakiki dari seorang salafy, yakni berkaitan dengan sikap intoleran dan sebagainya sebagaimana diuraikan oleh ustadz Abul Jauza di bagian akhir uraiannya.
(3) Meskipun istilah Salafy akan membawa pada sebuah kenyataan fragmentasi pada kondisi Salafy (di Indonesia), maka yang demikian itu tidak mempengaruhi hakiki dari salafy.

Saya sedikit banyak setuju dengan uraian ustadz di atas, tetapi ada beberapa pertanyaan yang mengganjal yang mungkin bisa didiskusikan lebih lanjut, yaitu sebagaimana berikut:

Permasalahan "Apa sih Salaf(y)"?

Saya yakin, sebagian besar dari kita atau mungkin seluruhnya akan dengan cepat menjawab: "metode memahami nash sesuai dengan ... dstnya " yang insya'Allah sudah manteb tertanam di benak kita. Tetapi, berbicara lebih dalam lagi selangkah, salaf(y) yang didefinisikan sebagai sebuah "metode dalam memahami" ini berarti tidak menunjukkan bentuk riil. Jangan salah duga dulu, maksudnya tidak riil adalah tidak seperti IM, HT dan lain sebagainya yang lebih "riil" dalam bentuk sistem "ajaran" mereka (mereka punya metode sendiri, punya fikih sendiri, punya...sendiri bahkan punya sistematika kekhilafan sendiri). Salafiyah adalah sebuah metode yang berarti ia adalah sebuah frame dalam melihat nash untuk kemudian memunculkan pemahaman atas nash itu sendiri yang kemudian kita pakai untuk memahami masalah-masalah kita sekarang. Tidak lain ini karena kita pandang pasti bahwa salafiyah adalah metode penyelesaian permasalahan kaum muslimin.

Lebih jauh lagi...atau lebih simpel lagi bila uraian saya di atas agak ruwet: Bila IM, HT, JT dan sebagainya menawarkan "satu bentuk" dalam jama'ah mereka dan anggotanya diwajibkan berpegang dengan itu SAJA, maka salafiyah menawarkan sebuah kebebasan mengolah dalil selama tidak melewati batas2 yg telah ditetapkan oleh manhaj salaf. Dengan kata lain, manhaj ini memiliki kemampuan untuk memproduksi pendapat yang banyak dalam berbagai macam bidang, mulai dari fiqh dan sebagainya, dan berbeda dengan hizbiyah (IM dsbnya) yang hanya bisa memproduksi satu buah pendapat, dan apabila ada anggotanya yang tidak bisa menerima pendapat yg satu itu tadi, maka "keluar"lah ia dari hizb itu tadi atau ia harus menyembunyikan pikirannya tadi.

Kalau kita lihat apa yang terjadi di masa para imam dahulu, nampaknya bentuk seperti ini yang ada. Mereka bebas mengkaji nash dan mengeluarkan pendapat bahkan pendapat yang dari posisi kita sekarang bisa dipandang sebagai pendapat lemah dan infirad (menyendiri). Meskipun pendapat itu dikritik oleh imam yang lainnya, tetapi tidak ada keluar kata-kata dari mereka bahwa "pendapat ini bukan pendapat Salafiyah"....atau "ente bukan salafy ..ini bukan pendapat salafy"...dan sejenisnya...Mungkin contoh riil adalah perbedaan pendapat mengenai hukum orang meninggalkan shalat secara sengaja tanpa mengingkari kewajibannya, yang mana Imam Ahmad berbeda dan infirad pendapatnya dan yang lain. Imam Ahmad tidak lantas dikatakan keluar dari manhaj salaf karena pendapatnya berbeda bahkan dari main stream...bahkan sampai sekarangpun pendukung pendapat Imam Ahmad pun ndak habis kok..misal Syaikh al Utsaimin pun mendukung pendapat ini.

Kita sering mengkritik persatuan yang hendak dibangun oleh orang-orang hizbi dengan kata2 "a tahsabuhum jami'an wa qulubuhum syatta...". Ini tidak lain karena persatuan paksa orang-orang hizbi memang seperti ini bukan? "Menyatukan pendapat"...dan salafiyah menolak sikap seperti ini. Salafiyah sangat mendukung pengkajian nash..bukan mendukung penyatuan pendapat...begitu bukan? Ini yang menjadi titik perbedaan yang sangat antara salafiyah yang manhaj dan IM, HT dan lainnya yang hizbiyah...Salafiyah menyemarakkan pengkajian dalil...pemroduksian pendapat-pendapat yang dari situ akan kita lihat lagi mana pendapat yang kuat dari pendapat-pendapat yang ada, bukan untuk kemudian diklaim sebagai satu-satunya pendapat atau istilahnya "pendapat resmi Salafiyah"...Saya kira selama ini milis ini juga bergerak di bentuk yang seperti ini, kalo kita liat arsip-arsip yang ada..ato sekilas kita liat lagi yang sudah dipampang oleh bapak Admin di salafyitb.wordpress

Dengan demikian, clear (bagi saya sih..) masalah beda salafy dan hizbi. Nah permasalahan ndak selesai di sini. Ketika konsep ini berada di kenyataan, apakah selancar itu?

Saya dulu pernah nulis postingan mengenai sebuah atsar dari kitabul ilm nya ibnu Haitsamah. Di situ sebenarnya, dan saya kira kita semua tahu, bahwa kaum muslimin oleh dien ini dibagi menjadi setidaknya tiga bentuk: Alim, Muta'alim, dan awam.

Saya ingin coba ajukan pertanyaan: Konsep salafiyah, yakni sebuah manhaj (metode) dalam memahami nash, akan berjalan di golongan mana dari umat ini yah?

Kalau saya, insya'Allah akan saya jawab: Berjalan di bentuk masyarakat alim dan muta'alim. Karena mereka bisa memahami nash...dan memiliki alat2 untuk melakukannya dan memiliki kemampuan untuk itu. Lha yang awam? Bukankah sudah jelas bahwa orang awam yang tidak mampu untuk memahami nash maka mereka boleh taklid? Berarti di sini ada dua bentuk realisasi: Salafiyah manhajiyah dan salafiyah muqalid yang memang ia tidak mampu memahami nash tetapi yakin bahwa mengikuti manhaj salaf adalah benar dan dia ingin ke situ. Dia ndak bisa baca tulisan arab..taunya ngikut ajah...dia tau kalau ustadz Fulan itu manhajnya salaf dan pendapat2nya bisa diambil dsbnya...sedangkan bagi yang alim dan muta'alim, maka jelas ia ndakboleh taklid. Lebih lanjutnya tentang taklid ini bisa melirik ke Taqlid wal Ifta' nya Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah ar Rajihi. Beliau detail sekali uraikan tentang masalah ini ..bahkan hingga ke beda pendapat dalam definisi taklid sekalipun.

Kembali ke permasalahan, berarti kondisi salafiyah (atau salafy) yang memang mampu untu mengkaji nash dan salafy yang taklid saja ada. Kalau kita lihat secara jujur, kondisi ini ada ..dan bahkan di mana saja mungkin. Jujur saja, mungkin sebagian kita melupakan golongan salafy yang taklid saja ini...kita anggap semua salafy itu pinter2...bisa baca kitab..bisa memahami nash dengan metode2 ushulnya dsbnya...dan ini efeknya besar. Khithab pembicaraan kita seringkali hanya berkisar golongan salafy yang bisa memahami nash saja...dan golongan taklid ini luput...Memang, kita semua dituntut untuk menuntut ilmu, tetapi itubukan berarti semua harus paham dengan kemampuan yang sama...bukankah Nabi shalallahu alaihi wa salam bersabda: "Innamal ilmu bit ta'alum, wal fiqhu bit tafaquh, waman yuridillahu bihi khairan yufaqihu fi diin" (Tarhib wa Targhib al Mundziri, di hasankan oleh al Albani). Kalau memang seseorang itu tidak mampu memahami nash, apa ya mau dipaksa? Kalau bisanya taklid apa ya mau dipaksa baca kitab...kalo orang Jepang bilang "sore wa muri deshou!"..hehehe

Nah .. tiap-tiap golongan, yang alim atau mutaalim ataupun awam muqalid punya hak dan kewajibannya. Yang alim dan mutaalim punya hak untuk berdakwah karena mereka memiliki ilmu dan bisa memahami nash, dan kewajiban mereka adalah tidakboleh taklid. Sebaliknya, muqalid punya hak untuk bertaklid (enak nih..ndak usah mikir susah2) tetapi mereka juga punya kewajiban: Menahan diri mereka dari berdakwah kepada hal-hal yang mereka taklidi (ingat bukan ke semua hal...tetapi ke hal-hal yang mereka taklidi). Bisa dibaca-baca lagi I'lamul Muwaqiin nya Ibnul Qayyim bagian ini.

Lha...permasalahannya adalah ketika hak dan kewajiban ini ndak dipahami oleh sebagian salafy..sehingga muqalidnya ikutan dalam dakwah ..mereka berdakwah kepada apa yang mereka taklidi dari guru mereka, sedangkan guru mereka ternyata hanya bertaklid pada suatu pendapat yang mana ternyata banyak pendapat lain yang tidak sama dengannya, maka yang terjadi (bisa diduga): Penyatuan pendapat lagi...yang tidak sependapat dengan si ustadz dianggap bukan salafy...dan orang-orang awamnya ikut2an neriakin "ooi ente bukan salafi..."....akhirnya? Jatuh lagi "salafy" ini ke sikap hizbi.

Ketika misal muncul sebuah buku, orang awam yang membaca beranggapan ini "pendapat resmi salafy"...akhirnya yang berkata beda terlihat sebagai non-salafy..padahal ternyata tema yang diangkat adalah ijtihadiyah. Ndak usah jauh-jauh mungkin....masalah Matahari mengelilingi Bumi atao BUmi mengelilingi Matahari ana kira salah satu contoh kasus yang pas. Hingga orang yang tidak sependapat dalam beberapa hal dengan buku itu dianggap ndak salafy, padahal ulama dulu pun ada yg berpendapat sama.

Dalam pikiran ana, dengan ini kita bisa pahami apa yang menjadi fatwa-fatwa para ulama yang berkaitan dengan terminologi salafy. Mereka yang melarang mungkin bisa kita jelaskan dengan istilah sebagai tindakan preventif munculnya "hizbi salafy" dengan karakter2nya. Sedangkan ini tidak mengingkari hakiki salafy sebagai sebuah manhaj itu sendiri.

Kalau seorang thalib ngotot "saya bukan salafy...saya bermanhaj salaf...saya cuma mau ikut manhaj salaf...dan ndak berafiliasi ke siapa2..dan seharusnya kaum muslimin seperti ini..salafiyin itu seperti ini..."..ya musti ditanya lebih lanjut tentang teorinya ini...apakah ndak berafiliasinya ini ingin menempatkan seluruh kaum muslimin sebagai mujtahid semua dan hukum taklid dihapuskan? hehe

Segini dulu...afwan jadi panjang dan lebar dan mekar...insya'Allah kalo ada kesempatan mau dilanjutkan lagi ehehehe sebagai "bayar utang" ke pak Admin yg sering jadi sparing buat diskusi. :D

Abu Thalib

Comments

Popular posts from this blog

Lawan kata Sunnah adalah Bid'ah

Para ulama membuat sebuah istilah lawan kata dari Sunnah adalah bid'ah. Sebagai contohnya adalah talak sunnah dan talak bid'ah. Yang mana hal ini sudah dikenal dalam ilmu fiqih. Talak sunnah yaitu seorang suami yang menalak satu istrinya dalam kondisi tidak sedang haidh atau pada saat hamil dan tidak setelah dihubungi dalam keadaan suci. Sedangkan talak bid'ah adalah kebalikannya. Kata "as Sunn ah" digunakan sebagai lawan "Al Bid'ah" secara mutlak. Bila dikatakan, "Fulan di atas sunnah" maka berarti dia berbuat sesuai yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, baik hal itu tertulis dalam Al Qur'an maupun tidak. Dan bila dikatakan "Fulan di atas bid'ah" maka berarti dia berbuat yang bertentangan dengan As Sunnah, karena dia melakukan hal baru yang tidak termasuk dalam agama, dan setiap perbuatan yang baru dalam agama adalah bid'ah. Maka setiap hal baru dalam agama yang diperbuat orang yang t

Kenapa harus pakai ana, anta, anti, antum?

Kenapa harus pake ana, anti, anta, antum? Pertama, nggak ada bedanya ketika seseorang bilang elo, gue, situ, you, ai padahal yang bilang "elo" "gue" belum tentu orang betawi. Padahal juga yang bilang "you" "I" belum tentu orang Inggris. Jadi apa ada masalah dengan sebutan ana, anti, anta, antum? Kedua, umat Islam harus bangga dengan bahasa Al Qur'an, yaitu bahasa arab. Lho, berarti ia sinting do ng, masa' bahasanya sendiri ndak bangga. Ya samalah, kenapa juga harus bangga berbahasa Inggris padahal bahasa sendiri juga ndak bangga. Bukan itu poinnya. Al Qur'an memakai bahasa arab, dan TIDAK mungkin bisa memahami kandungan Al Qur'an lebih dalam kecuali dengan bahasa arab. Maka dari itu bahasa arab dianggap sebagai bahasa Al Qur'an. Karena simbol Islam adalah bahasa arab ini, maka tak ada salahnya ketika menyapa orang pake ana, anti, anta, antum, hitung-hitung sebagai belajar. Ya kalau fasih silakan saja pake bahasa arab, tapi ya

Tanah Syam

Dan ketika tanah Syam terbuka malaikat-malaikat turun ke sana darah-darah menyuburkan ladang-ladang mereka pekikan tahlil, takbir membahana di seluruh penjuru negerinya Dan do'a-do'a dipanjatkan Sujud-sujud dipanjangkan Qunut-qunut didengungkan Dinar dan dirham dikeluarkan Peluru-peluru dilemparkan Lantunan ayat-ayat Al Qur'an diucapkan Tiap hari adalah jihad Tiap hari adalah bertahan hidup Panas dan dinginnya dunia adalah biasa bagi mereka Namun panas dan dinginnya neraka tak akan sanggup kita terima Tanah Syam, yang Allah merahmatinya sampai akhir zaman Yang Allah muliakan dengan turunnya 'Isa Al Masih Yang Allah muliakan dengan matinya Ad Dajjal Andai kamu punya kekuatan ikhwah Bantulah saudara-saudaramu di sana Andai kamu hanya punya harta ikhwah Bantulah dengan dinar dan dirhammu Andai kamu hanya bisa berdo'a wahai ikhwah Do'amu adalah yang paling berharga bagi mereka Sesungguhnya Allah tempat akhir segala tujuan Kepunyaan-Nyalah apa yang ada di langit dan