Skip to main content

Perbedaan Antara Status "Rijaaluhu Tsiqaat", "Shahiihul Isnaad" dan "Hadits Shahiih"

[Perbedaan Antara Status "Rijaaluhu Tsiqaat", "Shahiihul Isnaad" dan "Hadits Shahiih"]

1. "Rijaaluhu Tsiqaat"
Artinya para perawinya adalah orang-orang yang tsiqah (terpercaya), status hadits jenis ini adalah status hadits terendah yang hanya memastikan ke-tsiqahan dan kekuatan hafalan para perawinya saja, namun belum dipastikan apakah para perawinya meriwayatkan secara muttashil (bersambung) ataukah ada keterputusan. Ulama yang terkenal sering berkomentar seperti ini adalah Nuruddin Al-Haitsamiy dalam kitab Zawaa'idnya, atau seperti perkataan beliau, "Rijaaluhu rijaal Ash-Shahiihain," ini hanya memastikan bahwa para perawi hadits adalah para perawi yang dipakai oleh Bukhaariy-Muslim sehingga tidak perlu dikuatirkan ada kedha'ifan pada para perawi.

2. "Shahiihul Isnaad"
Artinya sanadnya shahiih, maksudnya adalah pada hadits tersebut para perawinya terdiri dari orang-orang tsiqah yang bisa dipastikan kekuatan hafalan dan keadilan mereka, juga sudah bisa dipastikan muttashil-nya periwayatan mereka satu dengan yang lain, bersih dari tadlis, mursal/munqathi' atau 'illat dari awal hingga akhir sanad. Namun "shahiihul isnaad" belum berarti hadits itu shahih seluruhnya karena kita belum mengetahui apakah matannya terbebas dari 'illat seperti syaadz, idhtiraab, ataukah ada idraaj (sisipan) yang diingkari didalamnya. Bisa jadi hadits shahiihul isnaad berubah menjadi hadits dha'if jika dalam penelitian pada matannya ada kejanggalan dan cacat.

3. "Hadits Shahiih"
Maksudnya adalah hadits yang shahiih secara sanad dan matan, sanadnya terdiri dari para perawi tsiqah yang muttashil periwayatannya, lalu matannya sudah bisa dipastikan terbebas dari 'illat dan tidak mengandung hal-hal yang diingkari secara syari'at. Status hadits jenis ini adalah status tertinggi yang telah diteliti oleh para ulama yang berkompeten di bidangnya.

Kesimpulan :
Setelah mengetahui perbedaan ketiga jenis status hadits diatas, maka seorang penuntut ilmu hendaknya tawadhdhu'. Jika ia meneliti sebuah hadits dan ia hanya memastikan keshahihan sanadnya terlebih dulu, maka seharusnya ia katakan "sanadnya shahih" dan tidak terburu-buru mengatakan "hadits shahiih". Juga, ketika meneliti sebuah hadits dha'if, hendaknya ia tidak terburu-buru mengatakan "hadits dha'if" akan tetapi seharusnya ia mengatakan, "hadits ini dha'if dari sanad ini" karena siapa tahu ada jalan lain (mutaba'ah/syawahid) yang bisa menaikkan status hadits menjadi hasan atau shahih tetapi ia belum menelitinya.

Semoga bermanfaat, terutama buat saya.
Allahu a'lam.


Dari status teman saya Tommi Marsetio

Comments

Popular posts from this blog

Lawan kata Sunnah adalah Bid'ah

Para ulama membuat sebuah istilah lawan kata dari Sunnah adalah bid'ah. Sebagai contohnya adalah talak sunnah dan talak bid'ah. Yang mana hal ini sudah dikenal dalam ilmu fiqih. Talak sunnah yaitu seorang suami yang menalak satu istrinya dalam kondisi tidak sedang haidh atau pada saat hamil dan tidak setelah dihubungi dalam keadaan suci. Sedangkan talak bid'ah adalah kebalikannya. Kata "as Sunn ah" digunakan sebagai lawan "Al Bid'ah" secara mutlak. Bila dikatakan, "Fulan di atas sunnah" maka berarti dia berbuat sesuai yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, baik hal itu tertulis dalam Al Qur'an maupun tidak. Dan bila dikatakan "Fulan di atas bid'ah" maka berarti dia berbuat yang bertentangan dengan As Sunnah, karena dia melakukan hal baru yang tidak termasuk dalam agama, dan setiap perbuatan yang baru dalam agama adalah bid'ah. Maka setiap hal baru dalam agama yang diperbuat orang yang t

Kenapa harus pakai ana, anta, anti, antum?

Kenapa harus pake ana, anti, anta, antum? Pertama, nggak ada bedanya ketika seseorang bilang elo, gue, situ, you, ai padahal yang bilang "elo" "gue" belum tentu orang betawi. Padahal juga yang bilang "you" "I" belum tentu orang Inggris. Jadi apa ada masalah dengan sebutan ana, anti, anta, antum? Kedua, umat Islam harus bangga dengan bahasa Al Qur'an, yaitu bahasa arab. Lho, berarti ia sinting do ng, masa' bahasanya sendiri ndak bangga. Ya samalah, kenapa juga harus bangga berbahasa Inggris padahal bahasa sendiri juga ndak bangga. Bukan itu poinnya. Al Qur'an memakai bahasa arab, dan TIDAK mungkin bisa memahami kandungan Al Qur'an lebih dalam kecuali dengan bahasa arab. Maka dari itu bahasa arab dianggap sebagai bahasa Al Qur'an. Karena simbol Islam adalah bahasa arab ini, maka tak ada salahnya ketika menyapa orang pake ana, anti, anta, antum, hitung-hitung sebagai belajar. Ya kalau fasih silakan saja pake bahasa arab, tapi ya

Ilmu dunia dan ilmu agama

Ilmu Dunia dan Ilmu Agama Ada Seorang mengatakan : " Banyak manusia yang ketika berbicara ttg ilmu dunia, otak mereka ada di kepala.. Tetapi : Ketika bicara ttg ilmu agama, otak mereka turun ke dengkul !! " Walau tulisan tsb tidak sepenuhnya bisa dibenarkan.. Dan walau saya pun sebenarnya tidak sepenuhnya setuju.. Tapi tulisan tsb juga tak sepenuhnya bisa disalahkan.. Kenapa ?? Karena pada ken yataannya mmg banyak manusia yang sangat menguasai ilmu dunia, tapi "kebingungan" ketika bicara ttg agama.. Catatan : Yang kita maksud menguasai dsini adalah : Mempelajari, memahami, dan mengamalkan.. Sekarang lihatlah realita-nya : Betapa banyak manusia yang menguasai ilmu pengobatan, kedokteran, farmasi, dlsb.. Tapi tak kalah banyak manusia yang tidak tahu siapa yang menyembuhkan.. Betapa banyak manusia yang mnguasai ilmu perdagangan, keuangan, perekonomian, dlsb.. Tapi juga sangat banyak yang tidak sadar siapa yang memberi rizki.. Betapa banyak manusia yang mnguasai ilmu ge